Kamis, 26 April 2012

Sejarah Tari Beskalan

Asal Usul Tari Beskalan
Asal usul tari Beskalan yang berkembang di daerah Malang tidak didapatkan data yang jelas, tetapi asal usul itu hanya dapat disimak dari cerita lisan (Foklor) yang diterima oleh M. Soleh Adipramono dari para penari Beskalan, salah satunya adalah mak Riyati (almahumah). Beliau sempat menarikan tari Beskalan yang terakhir kalinya pada tahun l995 di Padepokan Seni Mangundarmo, Kecamatan Tumpang.
Disamping mak Riyati juga diperoleh dari seorang cucu penari Beskalan yang pernah populer di tahun 1930-an, yaitu Pak Djupri, menurut beliau tari Beskalan tersebut yang diyakini sama dengan tari Beskalan yang pernah dipopulerkan oleh Muskayah (nenek pak Djupri).
Penari Beskalan generasi nenek Pak Djupri (Miskayah) adalah: Mak Riyati. Tari Beskalan yang ditarikan oleh mak Riyati tersebut, adalah tarian yang pernah ditarikan oleh neneknya Pak Djupri, yaitu tokoh legendaris tari Andong ditahun 1920-an. Tari Beskalan yang ditarikan oleh mak Riyati masih sempat didukumentasi oleh Padepokan Seni Mangun Darmo. Disamping mak Riyati, Pak Rasimon juga masih dapat menarikan tari Beskalan, bahkan tari Beskalan yang dikuasai pak Rasimoen pernah dilakukan reproduksi untukl materi penataran guru-guru SD se-Kabupaten Malang pada tahun 1992 di sanggar seni Singhasari – Batu.
Maka Pak Rasimoen percaya betul, bahwa tari Beskalan yang pernah dipelajari itu memang tari yang berkembang di tahun 1930-an. Karena materi tarinya memang tidak ada bedanya dengan yang dikuasai oleh mak Riyati. Sungguhpun keyakinann Pak Rasimoen tidak dimaksudkan untuk membenarkan adanya tari Bekalan yang dikuasai oleh Bu Miskayah, atau pada Mak Riyati. Tetapi tari Beskalan yang dikuasai itu didapatkannya dari pergaulannya dengan para tandak-tandak ludruk. Karena waktu itu, tari Beskalan memang dibawakan oleh penari putra yang di sebut Wedhokan. Karena penari Beskalan di luar Andong, banyak yang dimainkan oleh penari peria. (waria)
Adapun kisah tentang Bu Muskayah yang dituturkan oleh M. Soleh AP sebagai berikut: Pak Jupri adalah salah seorang cucu penari Beskalan yang terkenal di tahun 1940-an, yaitu Muskayah (Almahumah) penduduk desa Ngadireso, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Beliau dilahirkan di desa Bale Sari, kecamatan Ngajum-Gunungkawi, kabupaten Malang, tahun l920-an.
Pada usia belasan tahun, Muskayah sudah menjadi tandak pada Andong (Seni pertunjukan sejenis tayub yang dipentaskan untuk ngamen / mBarangan waktu itu). Waktu itu beliau dikenal dengan nama Sukanti.
Pada suatu ketika, sukanti tidak dapat menunaikan pekerjaanya sebagai penari karena sakit yang tidak diketahui sebabnya. Dalam keadaan sakit tersebut, beliau bermimpi bertemu dengan seorang putri dari kerajaan Mataram bernama Proboretno yang sedang mencari kekasihnya bernama Baswara dari cirebon. Pencarian itu sudah dilakukan sebelum Proboretno meninggal. Hingga waktu itu (yang menjumpai Sukenti dalam mimpi adalah arwah beliau). Dalam mimpi Sukanti itu, Proboretno berpesan; “…Sukanti, marilah ikut aku, kamu akan sembuh dari sakitmu dan akan aku ajarkan menari. Tetapi kamu harus membantu aku mencari pemuda yang bernama baswara”. Seketika itu pula Sukanti terbangun dan langsung menari serta minta diiringi dengan kendangan. Anehnya, seketika itu Sukanti sembuh. Sebagaimana kebiasaan orang desa, jika seorang anak mengalami sakit yang cukup parah, ketika anak tersebut sembuh. Maka, sebagai ucapan syukur pada Tuhan, yaitu dalam bentuk membayar nadar (Janji yang diucapkan). Bersamaan dengan upacara nadar itu, anak yang telah sembuh dari sakit itu diganti namanya. Demikian pula dengan Sukanti, ketika ia sembuh dari sakitnya kemudian namanya diganti menjadi Muskayah. Peristiwa yang menarik ketika Miskayah sembuh, beliau langsung ingin menari dan minta diiringi dengan kendang. Maka sejak saat itu, Muskayah memang benar-benar menjadi penari Andong yang terkenal. Adapun tarian yang dibawakan adalah tari yang ditarikan waktu beliau sembuh dari sakitnya itu. Kepopuleran Miskayah sebagai penari Tandak Andong hingga diluar daerah Malang, seperti di daerah Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan sekitarnya
Sebelum Muskayah meninggal, beliau pernah menceritakan. Bahwa tarian yang dilakukan waktu itu adalah tari Beskalan, yaitu tarian yang menjadi awal atau sumber perkembangan tari Tayub dan juga tari Remo putri di Malang..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar