Kamis, 26 April 2012

Tari Beskalan Sebagai Ritual


Besakalan Sebagai Tari Ritual

Pengharpan kesuburan juga dimaksudkan menghormatan pada manivestasi tanah yang telah memberikan rejeki yang melimpah.Maka eksistensi tari Beskalan tampak lebih memberikan kemungkinan hadir sebagai media dalam berbagai ritus, bahkan diikuti dengan motologi yang memberikan dukungan terhadap kelangsungan eksistensialnya.

Beskalan sebagai tari ritual juga dibenarkan oleh Rasimoen pimpian wayang topeng Shri Margoutomo dari desa Gelagah Dowo – Tumpang. Tari Beskalan merupakan tari yang diwajibkan untuk dipentaskan ketika acara bersih desa di daerah sekitar candi Kidal (tumpang Malang).

Waktu Rasimun masih remaja dan dia sudah pandai menari dan yang selalu menarikan tari Beskanan pada setiap acara bersih desa di candi Kidal. Memang waktu itu tidak boleh menghadirkan tari beskalan yang ditarikan oleh wanita, entah beliau tidak tahu betul alasannya.


Gerakan Dalam Tari Beskalan


NO
MOTIF TARI BESKALAN
1
Kepala
  1. Tegak, pandangan agak menunjuk
  2. Tolehan kanan
  3. Tolehan kiri
  4. Gedhegan (gerak kepala)
  5. Gedheg sandal pancing (gerakan kepala menarik dagu kebelakang)
  6. Jiling ula ngelangi (gerakan kepala seperti gerak kepala ular

2
Badan
  1. Tegak, agak dicondongkan kea rah depan
  2. Ontrengan, gerak menggoyangkan pinggul akibat dari gerak kaki gejuk
  3. Leyek merak kesimpir (gerak bahu yang mengarah ke kiri)

3
Gerak Tangan
  1. Pentongan mapah, melentangkan tangan seperti pelepah pisang
  2. Gendewa
  3. Sembahan depan
  4. Kebat sampur
  5. Seblak sampur
  6. Sekar suwun
  7. Tasikan
  8. Onter-onter (membetulkan giwang)
  9. Ngerawit ngelincir
  10. Ceklekan
  11. Ulap-ulap bumi langit
  12. Sembahan akhir

4
Gerak Kaki
  1. Tanjek
  2. Junjungan
  3. Gejuk entrem
  4. Tindak
  5. Sirik
  6. Gelap (jalan kecil-kecil)
  7. Kontrengan
  8. Gejug telu
  9. Tindhak medhot
  10. Ngayam alas
  11. Tindhak serugan


Kostum Tari Beskalan

Tata Busana Tari
Tata busana yang dikenakan untuk tari Beskalan ini merupakan busana yang khas, yaitu ketika jenis tarian dikenakan oleh penari putra yang diseni pertunjukan ludruk lasim disebut Wedokan. Dan juga berkaitan dengan awal perkembangan tari remo putri, masyarakat menyebut dengan pakian lanang. Menurut Karimoen, bahwa tradisi laki-laki menarikan tari putri ini suatu bentuk perwujudan yang bermakna ritual, yaitu dapat dianalogikan dengan keberadaan Semar, yang dapat dipahami sebagai pemaknaan tentang ketidak jelasan yaitu Samar-samar (Maya). Sehingga Semar juga disebut sebagai Lurah Bodronoyo. Demikian pula dengan peranan penari putra yang menarikan tari putri, disana akan tampak ketidak jelasan jenis kelamin. Hakekat dari semar yang ditunjukan tidak memiliki kejelasan jenis kalamin (Tidak laki-laki dan juga tidak perempuan) adalah hakekat dari keabadian. Pemikiran ini merupakan suatu konsep yang paling mendasar dari kebudayaan masyarakat petani (Agraris), karena orentasi utama adalah tentang kesuburan.
Istilah Pakian Lanang, hal ini dikarenakan pakian ini memakai celana, sedang bagian yang lain hanya ditutup oleh kain yang disebut Semyok (rapek). Melihat bentuk dan bahan untuk menghiasi pakian tersebut, bahwa dipastikan tarian ini telah mengalami perjalanan yang panjang (kuno). Setidaknya menurut Chattam AR, bahwa menyimak foto tari Beskalan yang dikoleksinya, yaitu pose penari Beskalan yang berkembang di tahun 1930-an. Menunjukan bahwa pergaulan berksenian di Malang mungkin telah luas, bahkan tidak sekedar sebagai bentuk tari yang menjadi kebanggaan dan milik rakyat pada umumnya. Tetapi dimungkinkan lebih jauh, yaitu sebuah tarian yang telah diminati oleh kalangan masyarakat elite waktu itu. Chattam AR merasa yakin, kalau tari Beskalan itu bukan tari yang tumbuh sekitar awal abad XX, tetapi bisa jadi telah hadir lebih lama lagi sebagai tari ritual. Menyimak keberadaan tari Beskalan yang ditarikan oleh penari putra, AM Munardi (Almarhum) pernah menjelaskan pada M. Soleh Adipramono. Bahwa ciri utama tari transvestit (tari putri yang dibawakan oleh penari putra) adalah ciri tari ritual yang ditumbuhkan oleh budaya Hindhu, yaitu adanya Devadasi, yaitu penari-penari waria (Wanita-pria) yang menjadi penari candi-candi Hindhu. Maka jika menyimak penjelasan di sebut di atas, maka tidak mustahil kalau tari Beskalan memang memiliki sejarah yang panjang, bahkan bentuk busana yang demikian itu memang memiliki kekhasan tersendiri yang tidak terdapat pada jenis-jenis tari yang lain. Penggunaan Semyok yang juga dikenal istilah rapek berserta pedangannya hanya terdapat pada busana tari putra yang ada di istana Mangkunegara – Surakarta. Sementara untuk tari putri Jawa tidak ada yang memakai busana sejenis itu, tetapi tari-tari putri senantiasa menggunakan kemben dan menggunakan jarit (kain panjang bermotif batik).
Disamping penggunaan semyok dan pedangan yang juga lasim digunakan oleh tokoh-tokoh putra pada Wayang Topeng Malang, juga digunakan Gongseng (Genta-genta kecil yang diikatkan pada kaki kanan penari). Ini membuktikan adanya suatu bentuk simbolisme, menurut chattam AR yang diterima dari pendapat mbah Semo. Bahwa genta kecil itu adalah bulat, yaitu kebulatan sesuatu yang menunjukan adanya kesatuan isi dan bentuk. Artinya adanya bentuk luar sebenarnya juga menunjukan bentuk dalamnya (Jaba-jero). Sehingga makna genta-genta kecil yang digunakan untuk menari wanita memiliki kaitan ritual, yaitu adanya hentakan kaki kebumi. Hentakan itu akan menimbulkan suara yang gemerincing, yaitu menandakan suatu berbubahan yang akan terjadi, hal ini menunjukan adanya suatu sifat dari adanya pertumbuhan. Tentunya akan berkaitan dengan makna tentang kesuruban itu sendiri.
Untuk tari Beskalan yang berkembang di Malang bagian Timur, utamanya di daerah Gelagah Dowo–Tumpang. Menurut Rasimoen: Tari Beskalan yang ditarikan di Pundhen Kidal (Candi Kidal) selalu menggunakan Keris Blangkrak (Keris laki-laki).
Berkaitan dengan penggunaan gongseng dan keris ini, maka dalam perwujudan struktural yang berkaitan dengan karakteristik tari. Tari Beskalan memiliki penampakan fisik yang gagah, memiliki gerakan yang tegas, dan selalu diberikan aksentuasi tepakan kendang sebagai ujud untuk memberikan kemantapan geraknya. Ini menunjukan bahwa tari Beskalan menunjukan suatu bentuk ungkapan penari putri yang lincah, tegas dan dinamis.
Adapun tata busana penari Beskalan yang sekarang berkembang di masyarakat malang, sebagai berikut:
1. Sanggul Jawa (gelung Jawa ) dengan hiasan cunduk mentul
2. Giwang (Suweng)
1. kalung sungsung
2. mekak (kemben bordil)
3. Sabuk timang
4. Stagen
5. Semyok (Rapek sungsun)
6. Pedangan kanan-kiri
7. Kaus kaki panjang (kaos bola)
8. Gongseng (Genta-genta kecil)
9. Keris (bisa tidak dikenakan)